Kabupaten Gresik tidak hanya dikenal dengan julukan Kota Santri, Kota Wali dan Kota Pudak saja, tetapi juga mendapat julukan “Kota Seribu Warung Kopi”. Setiap sudut kota Gresik sampai pada sudut-sudut desa banyak yang membuka warung kopi, pengunjung tidak terbatas kalangan muda saja, tetapi kalangan luas yaitu bapak-bapak, para pejabat, karyawan, pedagang, pengusaha, orang kantor, ulama, terutama para mahasiswa yang suka ngopi di warung dan tidak hanya meminum kopi ataupun bercengkrama dengan banyak orang, tetapi biasanya para pemuda memanfatkan dengan mengerjakan tugas, kebutuhan sosialita, dan bisa juga melakukan rapat kecil.
Warung Kopi dan Prilaku Masyarakat Beragama di Gresik
Di Gresik, tradisi cangkruk di warung kopi (warkop) sambil ngobrol ngalor ngidul seperti itu sudah berlangsung puluhan tahun. Sekarang tradisi cangkrukan di warung kopi (warkop) itu bertahan, bahkan berkembang. Gresik tidak hanya layak disebut Kota Industri dan Kota Pudak, tapi juga Kota Seribu Warkop. Sebab, warkop di sini ribuan jumlahnya, bertebarannya warkop itu tidak lepas dari tradisi pekerja industri rumah tangga yang pernah berkembang di Gresik. Sebelum berdiri berbagai pabrik, di beberapa daerah di kota Gresik sudah ada puluhan home industry kopiah, tas, dan konveksi (pakaian). Yang cukup dikenal, antara lain, Kroman, Kemuteran, Bedilan, Belandongan, dan Pekauman di Kecamatan Gresik. Selain itu warung kopi juga berdiri di sudut-sudut desa dan ada juga yang berdekatan dengan pondok pesantren dan gedung sekolah.
Para pekerja itu bekerja siang hingga subuh. Setelah itu, mereka tidur. Dengan irama kerja begitu, ngopi di warkop lantas menjadi ”kewajiban”. Minum kopi dianggap dopping agar tahan melek hingga pagi. Mereka bekerja sampai subuh, setelah itu tidur. Bangun tidur, matahari sudah di ubun-ubun. Sebelum kembali bekerja, mereka ngopi. Bagi warga luar Gresik, kebiasaan ngopi masyarakat Kota Santri itu, terutama ngopi pukul 09.00 hingga pukul 12.00, sempat memunculkan penilaian kurang sedap. Mereka menilai warga Gresik malas. Lumrah karena mereka memang tidak tahu. Siklus pekerja home industry waktu itu memang begitu. Siklus normal adalah pagi hingga sore bekerja, malam istirahat, tidur. Warga sini baru tidur setelah salat Subuh. Kini, di Gresik Kota yang meliputi Kecamatan Gresik dan Kebomas, penghobi cangkruk di warkop punya tempat favorit masing-masing. Para lansia biasa ke warkop milik almarhum Cak Rokhim di belakang Masjid Jamik di Kelurahan Pekauman, Kecamatan Gresik. Warung itu buka setelah subuh hingga pukul 10.00. Pelanggannya rata-rata berusia 45-60 tahun. Sebagian di antara mereka masih mengenakan sarung karena usai ibadah dari masjid. Kemudian berlanjut ngopi ke warkop yang terkenal dengan kopi kopyok (biji kopi kasar) dan teh rempah-rempah tersebut. Di warung kopi Cak Rokhim, kopi yang disajikan selalu fresh. Tiap sore menggoreng tiga kilogram biji kopi, lalu menggilingnya untuk keperluan berjualan esok pagi. Saat menggiling kopi menjadi dua macam, bubuk halus dan kasar. Bubuk kasar untuk menyeduh kopi kopyok. Disebut begitu karena makin dikopyok (diaduk) semakin terasa nikmatnya. Cara minum? Dituang ke lepek (piring kecil), lalu diseruput. Ada beberapa warkop bahkan buka 24 jam nonstop. Konsumennya karyawan swasta, pegawai pemerintahan, dan siswa SMA serta mahasiswa. Berjalannya waktu, sepuluh tahun terakhir warkop dilengkapi TV kabel dan Wi-Fi. Pada malam hari, konsumennya anggota dewan, para kepala dinas, dan warga sekitar. Lalu, di samping kampus Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) ada warung milik Lamidi. Konsumennya pelajar, mahasiswa, wartawan, dan pimpinan serikat pekerja. Warung itu buka sejak subuh hingga tengah malam.
Warkop dulu dan warkop sekarang beda. Dulu warkop dimanfaatkan kiai kampung dan penceramah agama untuk berinteraksi dengan masyarakat. Para tokoh masyarakat itu sering mendapatkan bahan ceramah ketika nongkrong di warkop itu. Di warkop itu pula masyarakat bisa langsung berkomunikasi dengan panutannya. Mereka bisa bicara soal agama hingga politik. Pembagian gono-gini sampai cari mantu (ngajak besanan sesama teman) pun dibicarakan di sini sambil ngopi. Demikian luasnya fungsi sosial budaya warung kopi, bahkan konon berdirinya Organisasi keagamaan terbesar didunia, Nahdlatul Ulama juga diawali dari warung kopi.
Sekarang obrolan di warkop makin meluas. Warkop sekarang bisa menjadi kantor para makelar motor, makelar mobil, atau makelar rumah. Di antara warga Gresik, efektivitas komunikasi di warung kopi memang diakui. Tak aneh, para politisi yang hendak maju dalam pemilihan bupati (pilbup) Gresik pada 26 Mei 2010 pun memanfaatkan warkop sebagai media untuk menjaring aspirasi dan dukungan. Cabup PDIP-Gerindra Bambang Suhartono dan kandidat cabup independen Wahyuddin Husein, misalnya, merasa perlu melakukan road show dari warkop ke warkop. Pun demikian terjadi juga pada para caleg, cabub bahkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa ketika kampanye sebagai calon gubernur juga mampir ke warung kopi Gresik.
Metamorfosis Warung Kopi menjadi Kafe
Pada perkembangan lima tahun terakhir, warung kopi di Gresik makin menjamur, hampir tiap radius 50 meter ada warung kopi. Tak hanya di tepi jalan raya, namun juga masuk ke pelosok kampung dan desa. Kalau dulu warga Gresik memanfaatkan teras dan bahkan ruang tamunya menjadi warung kopi, kini warung kopi berubah menjadi kafe (yang dengan malu-malu menyebutnya fasilitas kafe harga warkop) dan kemudian makin semarak berdiri kafe-kafe dengan tampilan ala metropolitan yang berlandaskan konsep kapitalis dan konsumerisme dengan sasaran pasar generasi milenial yang makin tidak bisa lepas dari dunia maya sosial media. Tentu saja kafe-kafe itu wajib memasang Wi-Fi (LAN/Local Area Network) gratis bagi pengunjung.
Menurut Rinda (2014), semakin berkembangnya pasar modern, mengakibatkan pasar tradisional semakin terpinggirkan keberadaanya, dimana yang menjadi keprihatinan adalah nasib para pedagang bermodal kecil yang nantinya pasti akan kalah bersaing dengan pemodal besar. Hal ini menyebabkan masyarakat kalangan atas ingin menyaingi warung kopi yang sudah lama berdiri itu, dengan cara mendirikan sebuah kafe. Menurut Budiningsih (2009:51) kafe adalah suatu restoran kecil yang berada diluar hotel. Kafe memiliki pilihan makanan yang sangat terbatas dan tidak menjual makanan yang beralkohol tinggi, tetapi tersedia minuman sejenis soft drink, kopi, teh, cake, dan cemilan. Adapun beberapa alasan pengunjung mengunjungi kafe tersebut karena instragamable, tempat foto yang bagus untuk anak milineal. Kafe juga menyediakan Wi-Fi gratis, live music untuk menghibur para konsumennya. Selain itu, kafe juga menjadi tempat favorit bagi para pekerja bertemu dengan rekan kerjanya untuk membahas pekerjaan mereka.
Keberhasilan suatu usaha kafe tidak hanya terletak dari ramainya pengunjung yang datang, tetapi konsep yang ditawarkan masing-masing pengelola kafe menjadi titik tolak kesuksesan usahanya guna menciptakan diferensiasi unik serta positioning yang jelas sehingga para konsumen mampu menbedakan dengan para pesaingnya. Keberadaan kafe saat ini juga beradu strategi penjualan dengan cara menyediakan fasilitas sesuai dengan gaya hidup dan kebutuhan masyarakatnya, pun berbagai macam konsep yang menarik.
Persepsi yang Samar
Keberadaan kafe-kafe diberbagai sudut Kota Gresik telah mempengaruhi sikap dan perilaku anak-anak muda untuk singgah, mampir, bahkan nongkrong berlama-lama sembari menghabiskan waktu bersama teman ataupun berdua dengan pacar. Tidak hanya itu, keberadaannya pun tak jarang sebagai ajang eksistensi diri anak-anak muda melalui berbagai akses yang ditampilkannya diberbagai media sosial seperi berfoto, update status, serta check in place sebagai momen yang ditujukan pada lingkungan sosialnya secara virtual. Secara tidak langsung peran media sosial semakin penting dan kuat pengaruhnya dalam kehidupan bermasyarakat. Khususnya, kehidupan ekonomi dan sosial lebih berputar pada konsumsi simbol-simbol. Begitupun dengan gaya hidup yang menekankan pada citra (image) dan bukan lagi pada nilai guna atau kemanfaatan.
Dalam kacamata ini, Baudrillard memandang keberadaan kafe-kafe yang mempengaruhi sikap dan perilaku anak muda (nongkrong) tidak lagi berdasarkan pada nilai guna sebagaimana mestinya, melainkan kehadiran kafe merupakan komoditas utama sebagai simbol dan tanda yang signifikansinya bersifat sewenang-wenang (arbitrer) dan tergantung kesepakatan. Sebagai contoh, anggapan bahwa kafe merupakan tempat nongkrong yang elite, prestise, berikut merepresentasikan kelas atas hanyalah merupakan simbol yang ditanamkan melalui pihak kafe saja. Terlebih, konsep ruang kafe tersebut juga melahirkan pemaknaan yang sifatnya merubah. Bagaimana nuansa yang ada pada kafe saat ini sarat makna sebagai tempat yang memberikan rasa nyaman, mewah, serta prestisius, padahal sebetulnya perasaan nyaman berikut nuansa mewah dan prestise belum tentu dapat kita rasakan jika sebelumnya tidak pernah merasa mengunjungi terlebih merasakannya. Akan tetapi, konsep kenyamanan ruang kafe ‘mendahuluinya’ melalui berbagai iklan, media, terlebih wacana yang sengaja dimunculkan untuk mengusik serta menggoda sehingga membuat orang bertanya-tanya dan ingin mencobanya. Seolah, keberadaan kafe dengan nilai kemewahannya sengaja dikeluarkan di permukaan bukan lagi di dalam.
Penyebab Anak Muda Nongkrong di Kafe
Faktor Kenyamanan
Saat ini keberadaan kafe bukan lagi sekedar pemuas dahaga atau rasa lapar. Melainkan bagi sebagian anak muda, kafe merupakan sarana untuk membangun kehidupan sosialnya, baik itu nongkrong atau yang biasa disebut meet up atau healing, bergaul atau pun sekedar mengaktualisasikan gaya hidupnya. Terlebih, gaya hidup nongkrong di kafe dapat menaikkan prestise mereka. Melalui berbagai alasan, mengapa orang suka datang dan nongkrong ke kafe. Namun, satu hal yang pasti, mereka betah berlama-lama karena konsep suasana yang cozy, mengandung keakraban, terlebih jenis camilan ringan atau minuman yang disajikan lebih bervariatif. Tentunya, ini jika kafe yang dipilih sesuai dengan harapan para konsumennya.
Media Aktualisasi Diri
Sebagai anak muda, mengikuti tren yang ada merupakan suatu bentuk aktualisasi diri yang dilakukan untuk membentuk konsep diri mereka terhadap orang lain. Selain faktor kenyaman dan pengaruhnya terhadap gaya hidup, bentuk aktualisasi diri juga merupakan bagian dari satu kebutuhan yang wajib dipenuhi. Salah satunya adalah kebiasan anak muda untuk nongkrong di kafe yang erat kaitannya dengan bagian dari kebutuhan aktualisasi diri mereka.
Dapat dilihat, bagi sebagian anak muda kebutuhan nongkrong atau pergi ke kafe berbeda dengan kebutuhan orang-orang dewasa yang umumnya hanya untuk mengonsumsi kopi ataupun hanya sebatas melepas penat, atau bertemu rekan bisnisnya. Untuk anak muda saat ini, pergi dan nongkrong di kafe merupakan sebuah budaya populer tersendiri di mana ketika berada di dalam kafe tersebut selain membeli makan dan minuman tetapi juga membeli nilai-nilai prestise yang ditimbulkan dari kepopuleran budaya ngafe tersebut sehingga tak jarang anak muda masa kini nongkrong di kafe hanya untuk memperoleh status sosial yang dianggap tinggi oleh orang lain.
Tindakan meng-update status ketika berada di kafe saat ini sudah banyak dan sering dilakukan oleh anak muda masa kini sehingga kita menganggapnya tindakan yang wajar, namun jika diteliti lebih mendalam itu adalah sebuah pengungkapan diri di mana beberapa kelompok anak muda dalam gambar tersebut ingin dilihat dan diapresiasi oleh orang lain. Selain foto diri dan bersama teman yang diunggah ke media sosial, juga banyak anak muda beraktualisasi diri dengan mengunggah foto produk dari sebuah kafe yang dibeli dengan menampilkan sebuah brand.
Perilaku mengunggah foto makanan atau minuman dengan menampilkan brand kafe yang cukup terkenal banyak dilakukan oleh anak muda saat ini, dengan mengunggah foto brand tersebut mereka seperti ingin memberitahukan kepada orang banyak bahwa mereka sedang berada di sebuah tren yang sedang happening yaitu nongkrong di kafe. Lebih lanjut, keragaman bentuk dan fungsi kafe bagi anak muda tidak hanya dilihat berdasarkan jenis makanan atau minuman yang ditawarkan, tetapi individu yang ada beserta kegiatan yang terjadi di dalamnya ikut mempengaruhi proses konsumsi dewasa ini.
Pemahaman area konsumsi (sites of consumption) sebagai pembentuk konsumerisme cara hidup, dalam hal ini budaya nongkrong anak muda di kafe, tak pelak memunculkan dimensi spasial konsumerisme sebagai gaya hidup. Sebagai area konsumsi, kafe sejatinya yang selama ini identik dengan tempat meminum kopi, bercengkerama sembari ditemani minuman atau hidangan ringan pada perkembangannya tidak hanya sebatas pada kegiatan itu saja. Persoalan minum kopi, pun minuman sejenis lainnya tidak hanya sebatas untuk melepaskan dahaga, melainkan terjadinya berbagai motif dan dinamika yang dimiliki seseorang ketika mengunjungi sebuah kafe ikut mempengaruhi ragam perilaku konsumen kafe terhadap ruang kafe itu sendiri. Oleh karenanya, kafe saat ini sarat dimaknai sebagai ruang yang tidak hanya sebatas pada penyediaan kopi sebagai simbol keberadaan sebuah ruang, namun kafe telah menjadi satu penanda momentum di mana kebudayaan baru mulai terbentuk (Palupi, 2016:134).
Pada akhirnya, perilaku nongkrong anak muda di kafe menjadi faktor pendukung gaya hidup seseorang dalam kaitannya dengan perilaku mengonsumsi ruang kafe. Terbentuknya iklim nyaman, suasana pendukung seperti kesan yang merepresentasikan jiwa muda, penambahan desain bar, cenderung atraktif, tersedianya fasilitas Wi-Fi, dan juga berpendingin ruangan menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku anak-anak muda untuk menjadikan kafe sebagai tempat nongkrong favoritnya. Kehadiran kesan yang modern, begitupun tata ruang, pemilihan warna yang tepat, aksesoris pendukung dengan berbagai konsep (vintage) menambah kesan homey yang memaksa setiap pengunjung betah untuk berlama-lama di dalam ruang kafe tersebut. Sejatinya, nuansa homey sengaja diciptakan agar pengunjung yang datang merasakan seperti berada di rumah sendiri dengan pengalaman dan kebiasaan yang berbeda.
Dapat disimpulkan bahwa persepsi anak-anak muda terhadap merebaknya kafe kerap diasosiasikan menjadi bagian dari gaya hidup. Fenomena merebaknya kafe diberbagai sudut Kota Gresik merupakan jawaban atas keberadaan serta eksistensi anak muda yang menjadikannya sarana pelepasan hasrat, selera, serta ajang pembentukan budaya serta gaya hidupnya. Keberadaannya pun menjadi sarana baru konsumsi bagi anak muda yang sekaligus sebagai bentuk distinction (jarak) antara kelas dominan dengan kelas lainnya.
Baik secara fungsional kafe tidak hanya sebagai tempat menikmati kopi, tempat bertemu muka atau nongkrong belaka, melainkan kafe saat ini sarat di maknai telah mengalami pergeseran nilai guna (use values) yang mengarah pada nilai tanda (sign values). Bukan lagi terletak pada kebutuhan fungsional masing-masing individu di dalamnya, melainkan berbagai motif dan kepentingan yang sifatnya lebih personal menjadi bagian dari proses konsumsi ruang kafe tersebut. Pada akhirnya, pola konsumsi juga mengalami pergeseran seiring pesatnya beragam eksterioritas yang saat ini memenuhi ruang dan tempat kafe sebagai kemasan yang unik, modern, terlebih mencitrakan setiap individu yang ada di dalamnya.
Budaya Baru yang Nyangking Hedonisme
Budaya ngopi di warung kopi memang berbeda dengan budaya baru yang disebut ngafe. Kita bisa membandingkan itu seperti tulisan di atas. Maka budaya ngopi di Gresik yang berjuluk Kota Santri dan Kota Wali, warung kopi cenderung digunakan dan dimanfaatkan sebagai ajang silaturrahmi dan berbagi wawasan antar tetangga, antar pekerja home industry, antar santri dan ulama. Berbeda dengan budaya ngafe yang cenderung konsumtif dan cenderung dilekati oleh gaya hidup hedonis. Sebenarnya ini bukan kesimpulan, selama tujuan kita ke kafe untuk tujuan positif sesuai dengan kebutuhan kita dan bukan karena keinginan saja maka berkunjung ke kafe bukan hal yang negatif.
Hedonisme adalah salah satu gaya hidup yang dirasa kurang baik. Meski tampak mewah dan menyenangkan, nyatanya dampak hedonisme tidak selalu positif, terutama untuk kesehatan finansial jangka panjang. Hedonisme adalah istilah berasal dari bahasa Yunani “Hedone” berarti kesenangan. Apa itu hedonisme? Pengertian hedonisme adalah gaya hidup yang berfokus mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas. Sifat hedonisme adalah berusaha menghindari hal-hal yang menyakitkan atau menyusahkan dengan memaksimalkan perasaan-perasaan menyenangkan. Contoh hedonisme dalam kehidupan sehari-hari adalah perilaku berbelanja secara boros, berfoya-foya dengan membeli apa yang diinginkan yang bukan kebutuhan, kebiasaan membeli makanan fast food yang tidak sehat, dan lain sebagainya. Selain itu manusia yang telah terjangkit kebiasaan hedonis cenderung egois, tidak pernah merasa puas, berperilaku konsumtif dan sombong. Maka tidak bisa dipungkiri bahwa kebiasaan ngafe yang tanpa tujuan jelas akan melekat kebiasaan hedonis.
Faktor Penyebab Hedonisme Secara garis besar adalah (1). Faktor Internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang didasarkan pada keyakinan diri sendiri untuk bergaya hidup sesuai keinginannya. Sikap dan anggapan bahwa seseorang harus menunjukan kemewahan, kemegahan, dan senang menjadi pusat perhatian. Pemikiran seperti itu menjadi faktor yang menyebabkan gaya hidup hedonis. (2). Faktor Eksternal, adalah penyebab hedonisme yang berasal dari luar. Pengaruh dari lingkungan secara langsung atau tidak langsung bisa menyebabkan seseorang menjalani gaya hidup hedonis. Sebagai contoh, seseorang yang berteman dengan orang-orang yang terbiasa hidup mewah, maka kemungkinan besar orang tersebut juga turut mengikuti gaya hidup di lingkungan pertemanan tersebut.
Orang-orang yang memiliki gaya hidup hedonis sebenarnya cukup mudah dijumpai. Banyak di antara mereka yang bahkan menunjukan kemewahan dan kemegahan gaya hidupnya di sosial media. Kebiasaan membeli untuk keinginan dan bukan untuk kebutuhan, padahal kemampuannya terbatas, sering menjadi penyebab orang terjebak dalam hutang. Tren pinjaman yang mudah tanpa agunan seperti pinjol (pinjaman online) dan dampaknya makin viral diberitakan. Setiap hari mengkonsumsi makanan enak dan mahal, duduk di kafe sudah menjadi kewajiban termasuk dalam gaya hidup hedonis. Padahal sudah tahu kalau asupan makanan untuk tubuh harus sehat dan seimbang. Pendeknya dampak buruk kebiasaan hedonis adalah: Tidak memiliki orientasi keuangan yang jelas; Keuangan menjadi tidak sehat; Tidak memiliki dana darurat dan investasi. Umumnya seseorang yang bergaya henodis, terlalu sibuk untuk memikirkan kepuasan diri sendiri. Sehingga lupa untuk menyisihkan penghasilan untuk masa depan dalam bentuk dana darurat dan investasi.
Upaya untuk menghidari kebiasaan hedonis bisa kita lakukan manakala kita sadar bahwa faktor internal dan eksternal yang menjadikan kita berlaku negatif seperti yang tersebut diatas, kita ubah menjadi prilaku positif. Misalnya :
- Mengubah Mindset Konsumtif Jadi Produktif
Mengubah mindset konsumtif jadi produktif. Anda harus memiliki pola pikir memandang sesuatu berdasarkan produktivitasnya. Pertimbangkan keuntungan di masa sekarang dan masa mendatang.
- Menyadari Bahwa Hidup Bukan Tentang Senang-Senang Saja
Anda sebagai manusia harus memahami bahwa kehidupan ini selalu berputar. Kadang Anda akan diberikan masalah sehingga membuat suasana sedih, susah, hingga kesulitan. Tetapi Anda juga akan memperoleh perasaan senang dan bahagia pada waktu tertentu.
- Susun Target dan Rencana Keuangan Jangka Panjang
Ketika Anda mempunyai financial planning dan memikirkan masa depan, maka Anda bisa mengontrol gaya hidup. Sebab terdapat hal jauh lebih penting di masa mendatang.
- Membatasi Diri Saat Melakukan Self-Reward
Self-reward sering kali menjerumuskan kita pada gaya hidup hedonis. Sehingga cara mengatasi hedonisme adalah membatasi diri saat melakukan self-reward. Anda harus paham kapan waktunya self-reward. Jangan sampai melakukannya secara terus menerus.
- Mencatat Setiap Pengeluaran dan Pemasukan.
Gaya hidup hedonis berkaitan dengan sifat boros. Oleh sebab itu, cara mengatasi hedonisme adalah mencatat setiap pengeluaran dan pemasukan. Dengan demikian Anda bisa mengontrol keuangan Anda dan menerapkan hidup hemat.
- Mengurangi Penggunaan Kartu Kredit
Penggunaan kartu kredit bisa menimbulkan kesenangan sesaat. Karena Anda tinggal menggesek untuk membeli sesuatu. Karena tidak mengeluarkan cash money, maka Anda akan sulit mengontrol pengeluaran. Sebaiknya, cara mengatasi hedonisme adalah mengurangi penggunaan kartu kredit. Agar Anda tidak terlena dan tergiur terus berbelanja hingga tagihan yang membludak.
- Selektif Saat Memilih Lingkaran Pertemanan
Lingkungan menjadi faktor penting dalam mempengaruhi gaya hidup Anda. Sehingga, usahakan untuk selektif saat memilih lingkaran pertemanan. Hindari circle yang mendorong Anda untuk mengedepankan gaya hidup mewah.
Menuju Kafe anti Hedonisme
Wabtagi fīmā ātākallāhud-dāral-ākhirata wa lā tansa naṣībaka minad-dun-yā wa aḥsing kamā aḥsanallāhu ilaika wa lā tabgil-fasāda fil-arḍ, innallāha lā yuḥibbul-mufsidīn
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Surat Al-Qashash Ayat 77)
Jika kita berpegang pada surat Al-Qashash ayat 77 di atas, sesungguhnya sangat jelas bahwa Allah SWT melarang kebiasaan hedonisme. Lalu bagaimanakah upaya kita mengelola sebuah kafe sebagai budaya baru yang sulit untuk kita tolak kehadirannya di Kota Santri, kota Gresik tercinta?. Kita sedang berada dipersimpangan peradaban dunia baru. Sisi lain kita berusaha mempertahankan lokalitas, sisi lain globalisasi sudah masuk ke kamar kita dan tergenggam setiap saat di tangan kita. Namun demikian sebagai umat Islam, kita harus kokoh memegang erat tali Allah. Ayat tersebut di atas sesungguhnya sudah sangat jelas apa sesungguhnya yang harus kita lakukan. Sangat jelas mana yang boleh dan mana yang dilarang. Namun untuk konsisten melaksanakan memang tidak semudah membaca dan mengucapkan.
“wa lā tansa naṣībaka minad-dun-yā”, dan jangan kamu melupakan nasib duniamu. Maka ikhtiar duniawi bagi pengusaha kafe adalah upaya untuk kebahagiaan dunia. Demikian pula bagi konsumennya. Ketika pemerintah tidak mampu memberi pekerjaan kepada rakyatnya, seharusnya bersyukur rakyatnya bisa berkarya ekonomi kreatif dengan mendirikan kafe. Maka yang menjadi penting dalam persoalan ini adalah pengawalan keduanya. Konsumen dan Produsen. Lantas siapa pengawalnya, tentu dirinya sendiri-sendiri dan pemerintah. Pemerintah yang tegas dalam menegakkan peraturan. Insya’ Allah akan tak ada lagi “kopi pangku” misalnya di Kota Santri.
Dengan aturan yang jelas, regulasi yang tepat dan lahir dari musyawarah kedua belah pihak merasakan keadilan untuk menemukan solusi yang tepat bagi kafe yang berdiri di Kota Santri, niscaya hal terbaik akan terwujud. Urusan akhlaq, urusan moral, sesungguhnya warga Gresik yang mendirikan kafe sudah paham atas mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Kita punya kantor dinas yang mengurusi kebudayaan, pariwisata, ekonomi kreatif dan kepemudaan yang secara spesifik bisa mengajak komunikasi, rembug dan cangkruan bareng para pengusaha kafe. Ketika jalinan komunikasi terbentuk, dialog terjadi, maka insya’ Allah akan kita temukan solusi. Solusi tentang keindahan kafe Kota Santri. (Kris Adji AW).
Tulisan ini telah dimuat dalam Majalah Majalis Edisi 27/Desember 2022 sebagai Kajian Utama. Sumber tulisan dari berbagai sumber baik cetak maupun media digital.