Menyimak Damar Kurung Explore
Pameran Seni Instlasasi Jatim Art Forum 2024
Oleh : Kris Adji AW
Karena jarangnya ivent pameran seni instalasi, terutama di Gresik maka perlu kiranya saya memperkenalkan tentang seni instalasi bagi masyarakat awam. Seni instalasi adalah seni yang menggabungkan, menyatukan, dan memasang sejumlah benda untuk menyampaikan makna tertentu. Seni ini merupakan turunan dari seni rupa kontemporer dan memiliki keterkaitan erat dengan arsitektur.
Berikut beberapa ciri-ciri seni instalasi: Mengoptimalkan ruang; tidak membatasi seni berdasarkan dimensi; dapat terdiri dari berbagai elemen seperti patung, lukisan, dan objek nonseni; mengangkat tema-tema sosial-politik dan kontemporer; memperhitungkan elemen-elemen ruang, waktu, suara, dan indra lainnya.
Seni instalasi pertama kali muncul di dunia pada tahun 1950-an hingga 1970-an, saat aliran Pop Art sedang berkembang. Salah satu karya seni instalasi yang terkenal adalah taman bawah laut yang dibuat oleh Judy Pfaff, yang berisi ribuan jenis sampah.
Di Indonesia, seni instalasi mulai berkembang pada tahun 1975, saat Gerakan Seni Rupa Baru berlangsung. Para perupa muda seperti F.X. Harsono, Nyoman Nuarta, dan Hardi ingin menampilkan karya seni yang tidak lagi terbatas.
Pameran Seni Instlasasi Damar Kurung Explore
Moment Jatim Art Forum (JAF) 2024 saat ini ditempatkan oleh Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) di Kabupaten Gresik. Salah satu tampilannya adalah pameran seni instalasi dengan tema Damar Kurung Explore yang di gelar di gedung Wahana Ekspresi Pusponegoro (WEP) Gresik.
Ada 6 seniman kreator yang dipilih oleh panitia untuk menampilkan karyanya. Yakni M. Anhar Judul karya: Where is Damar Kurung), Aries Daboel (Nyonya Muluk dan Helikopternya), Ars Dewo Depe (Barzah), Fathur Rojib (Tumetes), Mujib Darjo (Pura Pura Paru Paru) dan kreator perempuan Uzzaer Ruwadah (Mjenjadi Lagi). Masing-masing kreator berusaha mengeksplor Damar Kurung sesuai dengan tema yang ditawarkan panitia.
Dari semua karya yang ditawarkan untuk dieksplor oleh para kreator, ada tiga karya dari enam karya yang dipamerkan dengan mudah diinterpretasikan oleh pengunjung. Sisanya perlu mengerjitkan dahi untuk menginterpretasinya. Begitulah kalau saya mencoba mewakili pemirsa awam.
Misalnya Anhar mencoba mengeksplor damar kurung dengan mendisplai damar kurung kecil-kecil dan damar kurung dalam bayangan pada sebuah wadah besar berbentuk damar kurung yang ditutup dengan kain kelambu bermotif damar kurung. Dengan judul Where is Damar Kurung, Anhar mengajak pemirsa menebak-tebak atau dia sendiri sedang gelisah atas kelestariannya.
Sementara Aris Daboel berusaha mengeksplor wujud visual obyek ikonik khas Masmundari, yakni Nyonya Muluk dan Helikopternya menjadi wujud nyata 3 Dimensi dengan latar potret Masmundari. Andaikan di latar karyanya itu ada sebuah lukisan damar kurung yang menggambarkan Nyonya Muluk dan Helikopter karya Masmundari (tentu saja replikanya) maka pesan yang ditawarkan mungkin akan lebih mudah dipahami oleh masyarakat yang belum paham pada obyek itu.
Pura Pura Paru Paru (P4) karya Mujib Darjo lebih kekinian dalam merespon dan mengeksplor damar kurung. Dengan mengambil isu lingkungan terutama kondisi Gresik sebagai kota industri yang menyumbang begitu besar soal polusi dan sampah industri diwakili dengan karyanya yang berwujud damar kurung raksasa namun di keempat dinding atau sisi damar kurungnya terbuat dari sampah plastik. Sementara tas kresek berceceran disekitarnya. Kritik yang ditawarkan begitu mengena dan menohok kita semua.
Tumetes atau menetes adalah karya yang ditawarkan dari hasil eksplorasi Fathur Rojib. Pelukis yang sauka melukis on the spot ini, memvisualkan semacam tetesan-tetesan raksasa yang terbuat dari bekas sak semen dan koran. Disetiap tetesan terdapat tulisan-tulisan yang kritis tentang kondisi para “pencari” kerja dengan sengala kedukaannya. Tiga bentuk semacam air yang menenes yang menggelantung berukuran raksasa ini dimaksudkan oleh Rojib sebagai tetesan keringat para pekerja “pabrik” (atau mungkin air mata derita) atas perjuangan mereka dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Lalu dimana damar kurungnya?. Rojib menyatakan, kalau waktu kecil melihat damar kurung dengan obyek kegembiraan, kini dia melihat dengan kaca mata lebih luas, bukan pada damar kurngnya tapi dari mana damar kurung lahir (Gresik). Ya Gresik sebagai kota industri dan geliat para pekerjanya. Inilah barangkali damar kurung di mata Fathur Rojib.
Di sisi lain Ars Dewo Depe memvisualkan hakikat damar kurung yang dalam tradisinya dipercaya sebagai penerang jalan alam kubur, dengan mengangkat masa depan manusia yakni kematian. Alam barzah. Visualisasi kuburan berbentuk kotak dengan dibaliknya bergambar “mungkin” orang-orang yang sedang bekerja sebagai tukang gali kubur yang sedang menyiapkan masa depan manusia.
Satu-satunya kreator perempuan dari Tuban (masih sepesisir dengan Gresik) menggubah sebuah karya dengan “bau Pesisir”. Judul yang ditawarkan adalah Menjadi Lagi. Dibentangkan kain-kain putih bergambar menjulur dari atas ke bawah. Sekaligus terlapis siluet perahu-perahu dari jaring ikan dan sosok manusia pesisirnya. Karya yang ditawarkan memang artistik dan kritis. Namun pemirsa kesulitan menemukan damar kurung disana. Kecuali anda jeli menafsir ulang dari sudut pandang yang lain. Misalnya hakikat lahirnya damar kurung dari sudut pesisir utara. Seperti judulnya, Menjadi Lagi.
Selamat berapresiasi semoga di Gresik kelak ketemu lagi. (Kris Adji AW, Pelukis, penulis, pegiat sejarah dan budaya)